Langsung ke konten utama

Resiko Jualan Buku Online bagi Pemula


Pada kesempatan kali ini, saya ingin berbagi pengalaman tentang lika-liku berjualan online. Di momen kemerdekaan RI ke-75 yang lalu, saya turut memeriahkan dengan memberi diskon 50% untuk pembelian buku yang berjudul PENDIDIKAN SAINS & TEKNOLOGI yang dijual melalui toko online Shopee. Tapi ternyata hasilnya mengecewakan sekaligus menggembirakan, karena ada kabar buruknya sekaligus ada pula kabar baiknya. Mau menyimak yang mana duluan? Kabar buruknya atau kabar baiknya?

Oke, kabar buruknya dulu. TERNYATA TIDAK ADA SATU PUN ORANG YANG MEMBELI BUKU TERSEBUT LEWAT SHOPEE WALAUPUN SUDAH DIDISKON HINGGA 50%. Padahal diskon tersebut sudah disampaikan di akun-akun medsos yang saya punya, mulai Facebook, grup Whatsapps, Instagram, serta LinkedIn. Sungguh mengecewakan menerima kenyataan itu. Buku yang saya tulis hampir 8 tahun dengan menggunakan semua pengetahuan yang telah saya pelajari hampir seumur hidup saya, ternyata tidak diminati sama sekali.

Saya tidak tahu kenapa tidak ada orang yang berminat terhadap buku itu walaupun telah ditawarkan dengan harga yang sangat murah. Saya hanya bisa menebak-nebak. Mungkin mereka masih meragukan kompetensi keilmuan saya. Mungkin mereka masih meragukan kemampuan saya dalam menulis. Mungkin mereka memang tidak membutuhkan. Mungkin mereka menganggap buku tersebut tidak bermanfaat. Mungkin mereka sedang bokek. Mungkin mereka pelit. Mungkin mereka sedang menunggu momen gratisan. Mungkin mereka tidak mempercayai Shopee. Mungkin mereka takut barangnya tidak sampai ke rumah. Mungkin mereka tidak suka membaca. Mungkin mereka tidak menghargai jerih payah orang lain. Mungkin mereka membenci saya. Mungkin....

Stop! Stop! Stop! Tidak ada gunanya berprasangka. Tidak akan mengubah keadaan. Waktu tidak bisa diputar kembali. Kenyataannya akan tetap seperti itu. Jadi, move on saja. Saya tahu kalau saya harus terus melanjutkan hidup. Tapi tetap saja kenyataan itu sangat menyecewakan.

Setelah kecewa seperti itu, apakah saya kemudian menyerah menulis? Apakah saya menyerah memasarkan buku saya? Apakah saya menyerah menyebarluaskan gagasan-gagasan saya?

Jawabannya tentu saja tidak. Rasanya perjuangan Rasulullah SAW dahulu jauh lebih berat. Jauh lebih banyak orang yang mengingkari beliau pada masa itu. Bahkan mungkin sampai sekarang pun masih banyak orang yang mengingkari kebenaran pesan yang beliau sampaikan. Apakah Rasulullah SAW menyerah? Tentu tidak. Sampai meninggal, beliau tidak pernah menyerah menyampaikan kebenaran. Bahkan beliau tetap mendoakan kebaikan untuk semua umat manusia hingga akhir zaman, termasuk mendoakan orang-orang yang mengingkari beliau. Lalu kenapa saya harus menyerah?

Saya hanya tidak digubris satu hari. Sementara Rasulullah SAW diingkari bertahun-tahun, sampai beliau wafat, bahkan sampai sekarang masih ada saja yang mengingkari pesan yang beliau sampaikan. Tentu cemen sekali kalau saya sampai menyerah gara-gara kejadian remeh temeh itu. Saya malu kepada Rasulullah SAW. Saya malu mengaku ingin meneladani beliau.

Jadi, saya tidak  akan menyerah begitu saja. Seburuk apa pun kabar yang saya terima, sebesar apa pun pengingkaran orang-orang terhadap karya saya, sebanyak apa pun orang yang meremehkan tulisan saya, saya tidak akan menyerah. Saya tidak akan menghentikan aktivitas saya dalam menulis. Saya akan tetap menulis. Saya akan terus menulis. Saya akan terus menjalankan tugas kemanusiaan saya melalui aktivitas menulis. Saya akan tetap berkarya dan terus berkarya demi kebaikan dan kemajuan umat manusia. Perkara manusianya tidak mau menerima, atau tidak mau diajak berbuat baik, atau tidak mau diajak maju, itu di luar kendali saya. Itu di luar kemampuan saya. Itu hak mereka. Saya sangat menghargai hak mereka tersebut.

Itu baru kabar buruknya. Berita di dalam Al-Qur’an yang menyatakan bahwa “bersama kesulitan selalu ada kemudahan” ternyata memang benar. Hal yang sama juga terjadi dengan saya pada waktu itu. Disamping kabar buruk di atas, tetap saja ada kabar baiknya. Kabar baiknya adalah TERNYATA TIDAK ADA SATU PUN ORANG YANG MEMBELI BUKU TERSEBUT LEWAT SHOPEE WALAUPUN SUDAH DIDISKON HINGGA 50%.

Lho?! Kok kabar baiknya sama dengan kabar buruknya?

Tentu saja itu kabar baik. Diskon 50% itu membuat harga bukunya menjadi lebih rendah daripada biaya produksinya. Itu artinya, jika ada orang yang membeli buku tersebut dengan harga diskon 50%, saya harus menalangi selisih antara biaya produksi dan harga jualnya. Itu artinya saya harus mensubsidi para pembelinya. Subsidinya memang tidak banyak, hanya beberapa ribu rupiah. Tapi kalau misalnya yang membeli sampai seribu orang, subsidinya bisa jutaan rupiah. Dalam dunia bisnis, saya disebut mengalami kerugian besar. Apa itu tidak bakal membuat kepala saya pusing tujuh keliling? Belum ditambah repotnya mengemas dan mengirimkannya. Jadi, dengan tidak adanya orang yang membeli buku tersebut dengan harga diskon 50%, saya telah terbebas dari kerugian dan kerepotan. Bukankah itu termasuk kabar baik?

Kini harga buku tersebut sudah kembali normal, tidak didiskon lagi. Kemungkinan harga normal ini akan terus berlangsung hingga akhir hayat saya. Kecuali, ada peristiwa yang sangat dahsyat yang dapat mengubah keputusan saya ini. 

Kenapa saya kembalikan harganya ke harga normal?

Dari pengalaman saya berjualan buku hingga saat ini, saya belajar satu hal. Membeli buku itu masalah niat, bukan masalah harga. Kalau sudah berniat, berapa pun harganya akan dibeli. Sebaliknya, kalau tidak niat, semurah apa pun ditawarkan, tetap tidak dibeli. Bagi yang berniat dan berminat untuk memiliki buku tersebut, silahkan melakukan pemesanan lewat Shopee, dengan harga normal. 

******

Penulis: Feri Noperman

Komentar