Masa pandemi merubah jam belajar. Sebelumnya kegiatan ngaji dimulai selepas Ashar sampai menjelang isya. Sejak pandemi durasi belajar dipersingkat hanya sampai menjelang Magrib. Anak-anak difokuskan hanya tilawah dan menghafal Al-Qur'an.
Di bulan September pemilik rumah mendatangi kami sekaligus memberi kabar bahwa rumah akan direnovasi. Kami pun mempersilahkan karena rumah yang ditempati untuk anak-anak belajar ngaji seyogyanya memang bukan milik kami.
Selama tahap renovasi, kegiatan belajar pun dialihkan ke rumah kami sendiri. Proses renovasi memakan waktu hampir dua bulan dengan perbaikan keseluruhan. Kamar mandi, plafon, pintu, tembok, mengecat ulang pagar, pemasangan listrik dan air PDAM. Semuanya diperbaiki bahkan ditambah AC.
Perbaikan rumah yang hampir menyeluruh membuat kami bertanya-tanya apakah nanti rumah itu tetap untuk sarana mengaji atau tidak. Saya dan istri belum berani menyampaikan pertanyaan tersebut kepada pemilik rumah.
Kalaupun nanti rumah itu akhirnya ditempati sendiri oleh pemiliknya, kami rela dan ikhlas karena memang rumah itu bukan hak kami. Atau jika pemiliknya ingin mengontrakkannya, kami pun siap mengontrak dengan harga sewa pada umumnya. Jika tidak untuk dikontrakan maka kegiatan belajar akan pindah ke rumah kami. Meski agak sempit kegiatan mengaji harus tetap berjalan.
Baca pula: Sepatu Keberuntungan
Setelah rumah selesai direnovasi, masih belum ada tanda-tanda kalau rumah tersebut masih boleh ditempati buat anak ngaji atau tidak. Pemilik rumah sering datang untuk melihat rumah barunya. Tapi kami masih belum berani menanyakan perihal izin menempati kembali rumah itu. Kami berdua tidak punya gambaran apapun.
Satu minggu kemudian, saya dikabari oleh pemilik rumah untuk bertemu. Katanya dia mau ngobrol tentang rumah. Dalam pikiran saya dan istri obrolan itu akan mengarah pada dua hal. Pertama, rumah itu akan ditempati pemilik rumah sendiri. Kedua, rumah akan dikontrakkan untuk satu keluarga.
Akhirnya saya, istri dan pemilik rumah bertemu di rumah yang baru selesai direnovasi. Mereka bertiga, yaitu suami, istri dan anaknya. Obrolan kami berkaitan dengan rumah tersebut. Saya pun bertanya pada pemilik rumah, apakah rumah itu mau dikontrakkan atau ditempati sendiri.
Jawaban pemilik rumah melegakan kami. Katanya rumah tidak untuk ditempati sendiri. Rumah boleh untuk anak-anak mengaji. Alhamdulillah kami berucap syukur dan lega sarana buat mengaji masih tetap di rumah tersebut dengan fasilitas yang bagus dan nyaman tentunya.
Baca pula: Diakui di Negeri Canggih, Dilupakan di Negeri Sendiri?
"Kalo begitu berapa harga kontraknya ya pak? " Saya tanya langsung to the point. Rasa senang bercampur khawatir kalau harga kontrak akan tinggi. Tapi kami pun memaklumi jika yang punya rumah menawarkan harga tinggi karena sesuai dengan kondisi rumah.
"Pak, rumah ini kalau saya kontrakkan, sewanya mahal." Pemilik rumah memberi jawaban yang membuat saya tersenyum getir.
"Kalau harganya satu juta per bulan saya belum sanggup, Pak." Istri saya menanggapi jawaban Si Pemilik rumah.
"Memangnya disini standar ngontrak berapa, Bu?" Dia bertanya balik.
"Enam sampai tujuh juta per tahun, Pak. Cuma saya belum sanggup kalau harus langsung bayar satu tahun. Saya bisa bayar bulanan dan Insya Allah kami sanggup membayar enam ratus ribu per bulan Pak." Istri saya melanjutkan jawaban sekaligus memberi kesanggupan untuk membayar bulanan.
"Kalau tujuh ratus ribu gimana, Bu? " Tawaran dinaikan oleh Si Pemilik rumah.
Belum sempat kami menjawab tawaran tersebut. Pemilik rumah melanjutkan bicaranya. "Jadi begini, Pak, Bu. Silahkan rumah ini dipakai untuk ngaji. Saya sengaja merenovasi rumah ini agar anak-anak dan guru ngaji nyaman dalam belajar. Bapak dan Ibu tidak usah mengontrak atau membayar bulanan."
Mendengar ucapan Bapak yang punya rumah. Kami terdiam dan kaget seperti tidak percaya. Karena dalam pikiran kami hanya terlintas untuk ngontrak.
"Semoga ini menjadi amal jariyah saya sekeluarga dan bapak ibu saya. Saya mau menjadi fasilitator untuk tempat ngaji yang ibu bina. Termasuk listrik dan air akan kami bayar setiap bulan. Hanya satu pesannya yakni kami tidak berkenan kalau rumah ini dijadikan tempat untuk berpolitik. Silahkan ibu tempati rumah ini."
Istri saya tersenyum haru sambil menyeka matanya yang mulai berbinar dan meneteskan bulir bening di sudut matanya. Saya pun terdiam bingung apa yang harus dikatakan. Semua pertanyaan yang terlintas di awal-awal terjawab dengan keajaiban.
Sungguh Allah SWT tidak pernah membiarkan ikhtiar kebaikan dari hamba-Nya untuk menjalankan proyek langit. Allah membuka jalan begitu lebar dan memberikan kemudahan dengan proses tak terduga. Allahu Akbar!
Kata yang mampu saya ucapan hanya berucap syukur kepada Allah SWT atas nikmat-Nya yang tidak disangka-sangka. Saya pun mendoakan untuk keluarga pemilik rumah senantiasa diberikan keberkahan dan kemudahan hidup dari Allah SWT.
"Terimakasih, Pak. Hanya doa yang saya butuhkan. Doakan Bapak Ibu saya dan keluarga saya. Ini saya ada rezeki tolong Bapak Ibu terima untuk syukuran anak-anak ngaji karena ngaji kembali ke rumah ini." Bapak pemilik rumah memberikan uang sembilan ratus ribu untuk syukuran tempat ngaji.
Allahu Akbar! Masya Allah. Hati kami bergetar dengan keajaiban yang Allah tampakkan persis di depan mata kami. Allah kirimkan manusia terbaik untuk kemudahan jalan kebaikan.
Semoga Allah limpahkan keberkahan, kemudahan hidup dan pahala yang terus mengalir kepada seluruh keluarga beliau pemilik rumah, Aamiin Yaa Rabbal'alamin.
Cerita ini adalah kisah nyata yang saya dan istri alami. Sengaja tidak saya sebut nama pemilik rumah agar pahala kebaikan terus mengalir pada beliau sekeluarga dan menjaga dari bisikan setan yang menggoda untuk timbul sifat riya dan ujub. Na'udzubillah min dzalik.
SELESAI
Penulis: Budi Kenzin
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar positif dan membangun untuk kebaikan kita bersama. Terimakasih.